Minggu, 27 Januari 2008

Rabu, 23 Januari 2008

Mendoakan (lagi) Kesembuhan Soeharto

oleh: M. Imam Subkhi

Kembali terkaparnya Soeharto di RSPP hingga sekarang ini, kembali memicu terjadinya polemik di masyarakat mengenai status hukumnya. Beberapa kalangan menganggap dengan kondisi Soeharto yang sakit parah bahkan di diagnosa permanen mengharapkan penghentian proses peradilan yang menyangkut mantan penguasa orde baru tersebut. Sementara di pihak lain tetap mengharapkan proses peradilan yang saat ini berlangsung tetap diteruskan demi mengembalikan uang negara yang telah disalahgunakan oleh ketujuh yayasan yang bernaung dibawah Keluarga Cendana.
Dengan polemik ini, pemerintah melalui Jaksa Agung Hendarman Supanji menawarkan penyelesaian di luar peradilan (out of court settlement). Ini sebenarnya akan menjadi sebuah preseden buruk bagi peradilan di Indonesia. Masyarakat akan menilai bahwa hukum tetap saja diskriminatif.
Pernyataan mengenai hidup atau matinya Soeharto tidak akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian di Indonesia. Akan tetapi pernyataan tersebut akan menjadikan opini yang berkembang di masyarakat yang seakan legowo begitu saja apabila kasus yang berkaitan dengan Soeharto ditutup. Sehingga usulan dari beberapa pihak yang menginginkan pengampunan Soeharto semakin menjadi angin segar bagi kebebasan Soeharto.
Peliputan kondisi Soeharto yang mendapatkan porsi lebih di media-media sebenarnya turut mempengaruhi opini publik. Dengan kondisi masyarakat Indonesia yang mudah bersikap iba sehingga sangat berempati terhadap kondisi Soeharto turut membentuk opini pengampunan Soeharto. Empati masyarakat ini telah terbukti sangat signifikan untuk membentuk opini yang terkadang menyesatkan bagi penegakan hukum secara proporsional. Kasus mengenai empati masyarakat yang sangat kuat juga terbukti telah memenangkan SBY memenangi Pemilu 2004, yang mana saat itu posisi SBY yang dipersulit oleh Megawati dalam pencalonannya menuju kursi kepresidenan. Empati masyarakat yang besar mengenai kondisi kesehatan Soeharto seharusnya tidak diarahkan untuk membentuk opini publik untuk mengampuni Soeharto tanpa proses peradilan.
Pengampunan terhadap Soeharto boleh-boleh saja dilakukan. Disini berarti ada sebuah tindakan permintaan maaf yang dilakukan oleh Keluarga Cendana. Namun maaf atas sebuah kesalahan tetap harus melalui prosedur yang jelas, yaitu proses peradilan harus tetap berjalan. Sehingga ketika sudah ada keputusan yang mengikat dari pengadilan, maaf akan bisa diberikan. Namun tidak hanya berhenti pada tahap itu saja. Sebab jika maaf diberikan, maka segala kerugian negara yang ditaksir mencapai trilyunan rupiah harus dikembalikan.
Almarhum Riswanda Imawan pernah mengungkapkan bahwa dalam politik, kata “maaf” memiliki arti lain. Kata “maaf” digunakan sebagai alat pembenar tanpa merubah tindakan yang telah terjadi itu sendiri. Riswanda juga memberikan contoh kasus saat para hulubalang memohon kepada Sultan Iskandar Muda agar membatalkan hukuman mati terhadap anaknya yang melakukan pelanggaran amat berat. Namun Sultan ternyata malah menampiknya karena alasan adat.
Belajar dari kasus tersebut, seharusnya kematian Soeharto sekalipun tidak menutup usaha untuk mengembalikan kekayaan negara yang telah disalahgunakan oleh Soeharto yang dalam hal ini yayasan yang bernaung dibawahnya.
Dengan alasan kemanusiaan, memang pemerintah bisa dianggap kurang bijak jika Soeharto tetap dikenakan sanksi hukum, mengingat jasanya sebagai presiden selama 32 tahun. Namun jika kita melihat berbagai kasus yang menimpa para korban kesewenang-wenangan pemerintahan Orde Baru akan sangat tidak adil. Banyak pihak yang sangat dirugikan dengan telah mendapatkan sangsi hukum tanpa proses pengadilan jelas dan tanpa kesalahan yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya pada masa pemerintahan Orde Baru.
Apapun kondisi Soeharto tidak akan menolong masyarakat Indonesia terlepas dari jeratan kemiskinan. Sebenarnya memang masalah kemiskinan tidak berhubungan dengan kondisi Soeharto, akan tetapi sangat bergantung pada kebijakan pemerintah sendiri dalam memajukan perekonomian masyarakat kecil. Namun jangan dengan dalih kemiskinan atau perekonomian penegakan hukum menjadi terhambat. Walaupun masyarakat miskin, mereka tetap berkeinginan penegakan hukum tetap harus berjalan secara adil. Sebab kemiskinan masyarakat tidak hanya sekedar takdir, akan tetapi banyak yang meyakini bahwa kemiskinan kerena ada tindakan yang disengaja untuk memiskinkan masyarakat. Sehingga ketika masyarakat miskin akan mudah dimobilisasi demi kepentingan sesaat para elit.
Akutnya korupsi yang melanda negeri ini mengakibatkan banyaknya hak yang sebenarnya harus diterima rakyat telah diambil alih oleh para koruptor. Walaupun pemerintah melalui KPK telah gencar menyarakan perang terhadap korupsi, namun praktek korupsi masih saja terjadi. Sehingga pemberantasan koruspi tidak hanya bertujuan menyeret para koruptor saja, akan tetapi usaha pengembalian uang negara yang telah dikorupsi juga sangat penting bagi masyarakat.

Doa untuk Soeharto
Sebagai manusia yang beradab, memang sepantasnya kita berdoa untuk kesembuhan Soeharto. Nabi Muhammad juga mencontohkannya ketika Abu Lahab Sakit, Muhammad menengoknya dan mendoakan kesembuhannya walaupun Abu Lahab memusuhinya. Dengan kembali sehatnya Soeharto diharapkan akan sangat membantu pengadilan dalam mengungkap segala ketidakjelasan mengenai misteri penyalahgunaan dana negara dan kasus lain seperti Supersemar. Lalu jika pemerintah berhasil mengembalikan uang negara yang telah dikorupsi, sekali lagi akan sangat berguna untuk membantu memajukan kesejahteraan masyarakat Indonesia dari jurang kemiskinan.