Oleh: Muhammad Imam Subkhi
Cukup mengagetkan ketika mendengar berita mengenai busung lapar yang mendera di beberapa daerah di Indonesia. Di tengah negeri yang katanya gemah ripah loh jinawe, subur makmur berlimpahkan kekayaan alam, masyarakatnya sampai diterpa masalah kekurangan pangan, sungguh sangat ironis. Negeri yang pernah swasembada pangan, kini sebagian masyarakatnya harus menderita kelaparan. Lalu yang muncul adalah pendapat bahwa di negeri ini ada yang tidak beres. Gemetaran rasanya ketika menuliskan ini untuk coba wacanakannya kepada khalayak.
Namun ketika kita bilang ada yang tidak beres dengan Indonesia mengenai kejadian busung lapar, sisi lain menggambarkan realitas empirik yang berbeda. Sebagian masyarakatnya hidup dengan berkecukupan bahkan sangat berlebihan. Nyatanya pesta hura-hura digelar setiap saat. Seolah tidak ada keprihatinan dan empati kepada saudara kita yang kelaparan. Kepedulian untuk ikut merasakan penderitaan orang lain seolah sirna ketika kita lihat dengan pesta-pesta. Bagi yang peduli, tentu rasa mengelus dada dan kepedihan yang dirasakan. Kok bisa, mungkin itu yang diucapkan.
Kita tidak usah terlalu jauh melihat pada kejadian busung lapar dulu. Di sekitar kita saja, mereka yang kekurangan pangan saja masih banyak, namun belum begitu menggugah kepedulian. Apalagi ketika kita berkaca dengan realitas busung lapar yang terjadi. Rasa hati yang teriris dan tersayat ketika kabar buruk mengenai busung lapar ini.
***
Busung lapar yang terjadi sebenarnya telah diramalkan para psikolog akan terjadi ketika bangsa ini diterpa badai krisis moneter. Mungkin lupa untuk diantisipasi oleh semua kalangan mengenai hal ini. Semua terfokus untuk membenahi kondisi perpolitikan negara yang kacau pasca lengsernya Soeharto. Memang semuanya akan tetap harus ada fokus untuk menyelesaikan dan memikirkan hal yang dianggap krusial mengenai bangsa ini. Kita tidak perlu saling menyalahkan dan atau selalu menyalahkan kinerja pemerintah. Akan tetapi kepedulian dan real action kita untuk hal yang kita anggap diperlukan untuk saling menyokong menyelesaikan permasalahan yang sedang dan akan kita hadapi selanjutnya.
Kesulitan ekonomi yang dirasakan masyarakat membuat mereka melakukan apa saja yang bisa dikerjakan untuk menyambung hidup mereka. Hal ini berlanjut ketika ketersediaan bahan pangan yang ada disekitar telah dirasakan telah habis dan tidak dilanjutkan untuk menghasilkan bahan pangan untuk waktu selanjutnya tidak bisa dilakukan karena habisnya ketersediaan tenaga yang menunjang untuk kembali mencari bahan pangan. Memang wabah busung lapar tidak kali ini saja terjadi di Indonesia. Ketika masa penjajahan Jepang, busung lapar mendera dengan kebijakan penjajah mengenai kerja paksa. Kita mungkin bisa sadari realita busung lapar dengan serakahnya penjajah waktu itu. Sedangkan realitas empirik sekarang ini ketika kita sudah merdeka dari kolonialisme penjajah, kita tentu bertanya-tanya, keserakahan siapa yang megakibatkan wabah busung lapar ini. Jawabannya adakal keserakahan itu sekarang ini tercermin dalam budaya korupsi yang seolah telah mendarah daging di Indonesia.
Merebaknya budaya korupsi di Indonesia adalah salah satu penyebab terjadinya krisis ekonomi. Ketika kita coba kaitkan dengan busung lapar, akan sangat logis untuk menggambarkan runtutan kronologisnya. Uang dan kekayaan negara yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat harus berhenti dan hanya dinikmati pejabat dan beberapa kalangan saja. Sehingga kesejahteraan sosial masyarakat terabaikan. Mereka yang seharusnya berhak ikut menikmati kekayaan negara harus bertahan dan hingga kelaparan. Keserakahan para koruptor yang tidak membiarkan orang lain bisa ikut menikmati haknya yang juga ada di dalam kekayaan negara. Sehingga mereka mati kelaparan. Apalagi kebanyakan yang mati adalah anak-anak kecil yang nantinya akan meneruskan estafet negeri ini. Koruptor sekarang ini telah membunuh satu generasi negeri ini. Jika ini terus terjadi, mungkin negeri ini akan selesai.
***
Hal lain yang menjadi biang keladi dari wabah busung lapar ini adalah munculnya privatisasi kekayaan dan perusahaan negara. Dengan telah dikuasainya beberapa sumber alam oleh korporasi global mengakibatkan kemiskinan pada masyarakat. Privatisasi dalam pendapat Mansour Fakih merupakan salah satu ramuan kinci sistem ekonomi global. Sehingga pelayanan sosial, pelayanan kesehatan dan perlindungan lingkungan menjadi terpangkas. Golongan terbawah di masyarakat dalam suatu negara adalah pihak yang paling dirugikan oleh kebijakan tersebut.
Privatisasi perusahaan negara dan desakan pasar bebas telah memiskinkan dan membusunglaparkan masyarakat. Pada masyarakat petani kecil, mereka dibuat tergantung dalam masalah bibit dan pupuk. Dengan alasan telah didaftarkan hak cipta bibit itu, masyarakat harus membeli terus dari perusahaan agribisnis. Ketika kemampuan membeli kedua hal tersebut telah habis, maka tanah petani tidak tergarap. Sehingga wabah busung lapar menerpa.
Busung lapar yang terjadi bukan karena kemalasan atau kebodohan mereka sendiri. Akan tetapi lebih karena pada regulasi kebijakan ekonomi global, keserakahan kapitalis dan koruptor. Penderita busung lapar hanyalah sebatas korban dari kebijakan dan keserakahan. Yang bisa kita harapkan sekarang adalah ketegasan pemerintah untuk memberantas korupsi dan kesediaan pemerintah melindungi rakyatnya. Amien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar